Mediabersama.com, Lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) kembali melakukan survei terhadap elektabilitas para calon presiden pada Pemilu 2024.
Dalam survei itu, dilakukan simulasi head to head antara Ganjar Pranowo dengan Prabowo Subianto.
Direktur Riset SMRC Deni Irvani mengatakan dalam simulasi head to head ini, Prabowo terlihat cenderung unggul atas Ganjar pada Maret sampai April 2023.
Namun memasuki Mei, pascadeklarasi Ganjar oleh PDIP, Ganjar mulai mengimbangi Prabowo. Bahkan, dalam simulasi di antara yang mengenal keduanya, Ganjar telah menyalip Prabowo.
Adapun dalam simulasi tingkat pengenalan sama, Ganjar menang dengan suara 46,6 persen. Sementara Prabowo hanya di angka 38,8 persen, tidak sampai di angka 40 persen.
“Dalam survei terakhir di kelompok pemilih yang tahu keduanya, Ganjar Pranowo mendapat 46,4 persen, kemudian prabowo 38,8, persen, dan ada 14,4 yang tidak tahu,” ujar Deni dalam paparan survei, Minggu (7/5/2023).
Menurut Deni, pada simulasi sebelumnya, elektabilitas Ganjar dan Prabowo berdekatan. Namun, pada survei terakhir, Ganjar unggul lumayan.
“Di survei terakhir (2-5 Mei 2023), Ganjar unggul atas Prabowo sekitar 7,6 persen,” kata dia.
Kemudian, dalam simulasi terhadap pemilih kritis di survei terbaru, Ganjar Pranowo unggul dengan suara 42,2 persen. Lalu Prabowo Subianto dengan dukungan sebesar 41,9 persen.
“Dan masih ada 15,9 persen yang masih belum tahu,” imbuh Deni.
Pada survei pemilih kritis sebelumnya, yakni Maret dan April, suara Ganjar sempat tertinggal dari Prabowo, bahkan sampai berjarak tujuh persen.
Namun dalam survei terakhir Mei 2023, Ganjar sudah bisa menyalip Prabowo untuk pemilih kritis.
Deni menyatakan bahwa dukungan pada calon presiden ini diperkirakan masih akan dinamis, karena sejauh ini masih ada perbedaan tingkat pengenalan publik terhadap calon.
Saat ini Prabowo sudah dikenal oleh 94 persen atau hampir semua pemilu, sementara Ganjar baru dikenal 85 persen.
“Pada hari-H, dapat diasumsikan bahwa hampir semua pemilih akan tahu kedua tokoh tersebut,” jelasnya.
Deni juga menjelaskan bahwa “pemilih kritis” adalah pemilih yang punya akses ke sumber-sumber informasi sosial politik secara lebih baik karena mereka memiliki telepon sehingga bisa mengakses internet untuk mengetahui dan bersikap terhadap berita-berita sosial-politik.
Mereka umumnya adalah pemilih kelas menengah bawah ke kelas atas, lebih berpendidikan, dan cenderung tinggal di perkotaan. Mereka juga cenderung lebih bisa memengaruhi opini kelompok pemilih di bawahnya. Total pemilih krisis ini secara nasional diperkirakan 80 persen.
Pemilihan sampel dalam survei ini dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD) yakni teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
Dengan teknik RDD sampel sebanyak 925 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening.
Margin of error survei diperkirakan 3,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling.
Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.
(Kumparan)